Marrying A Secret Zillionaire: Happy Ever After
Between Ruin And Resolve: My Ex-Husband's Regret
That Prince Is A Girl: The Vicious King's Captive Slave Mate.
The Jilted Heiress' Return To The High Life
Don't Leave Me, Mate
Too Late, Mr. Billionaire: You Can't Afford Me Now
Diamond In Disguise: Now Watch Me Shine
Requiem of A Broken Heart
The Unwanted Wife's Unexpected Comeback
Rejected No More: I Am Way Out Of Your League, Darling!
Bab 1
PAGINYA KENANGA
Kenanga menyeka keringat yang meleleh di keningnya. Lehernya pun sudah terasa lembab. Baru saja ia selesai mencuci dan menjemur pakaian. Sekarang ia bergegas menyiapkan sarapan untuk seisi rumah yang terdiri dari Ibu, Ayah, dirinya serta kedua adiknya Arfan dan Arfin. Suasana rumah masih sangat sepi karena kedua orang tua dan kedua adiknya masih tidur. Hanya Kenanga yang punya kewajiban bangun lebih pagi. Kata Ibu karena Kenanga anak sulung dan anak perempuan jadi ia bertanggung jawab melayani orang tua dan adik laki-lakinya. Sebuah peraturan yang aneh menurut Kenanga dan sangat tidak adil. Setiap hari ia harus bangun jam empat subuh agar saat berangkat kuliah semua pekerjaan rumah yang menjadi tugasnya bisa selesai. Kalau tugasnya tidak selesai pagi itu, maka siap-siaplah berangkat kuliah dengan kuping penuh omelan dari ibunya. Tugas rutinnya setiap pagi adalah mencuci pakaian, membersihkan rumah, menyiapkan sarapan serta menyiram tanaman hias. Kalau ada pesanan kue atau masakan lainnya dari para tetangga, Kenanga juga harus menyiapkannya. Seringkali ia harus tidur sampai jam satu malam dan sudah harus bangun lagi jam empat pagi agar semua ppekerjaannya selesai. Setelah semua selesai barulah ia bisa berangkat ke kampus. Nanti pulang kuliah ia tidak pulang ke rumah, tapi langsung ke toko sembako milik tetangganya tempat ia bekerja. Kenanga baru pulang ke rumahnya setelah toko tutup jam delapan malam. Sampai di rumah masih ada tugasnya yaitu menyetrika semua pakaian yang tadi pagi dicucinya. Duuh...rasa tak kuat tubuhnya mengerjakan semua itu seorang diri.
Ketika ia tamat SMP, ibu memintanya untuk berhenti sekolah. Sebab penghasilan ayah tidak cukup untuk biaya sekolahnya. Dua orang adik lelakinya lebih membutuhkan pendidikan dibandingkan Kenanga yang anak perempuan. Kalau Kenanga berhenti sekolah maka ia bisa fokus mengerjakan pesanan-pesanan kue atau masakan lainnya yang dipesan pelanggan mereka untuk tambah-tambah penghasilan ayah. Tapi Kenanga menolak. Ia bersikeras mau melanjutkan pendidikannya. Agar bisa bersekolah Kenanga harus bekerja untuk mendapatkan uang. Ia bersyukur ada toko sembako dekat komplek perumahannya mau menerimanya bekerja setelah pulang sekolah. Malah ketika ia mulai kuliahpun , ia masih diizinkan bekerja di sana di sela-sela jam kuliahnya. Kalau lagi libur kuliah ia akan bekerja sepenuh hari di toko itu. Kenanga diberi kelonggaran waktu oleh pemilik toko karena ia rajin dan jujur dalam bekerja. Dari penghasilannya itulah ia membiayai sendiri biaya sekolah dan kuliahnya. Sebab penghasilan Ayah sangat kecil. Ayah hanya memiliki kios kecil foto copy serta menjual alat-alat tulis dekat sekolahan.
Seringkali Kenanga merasa sangat letih dengan beban berat yang dijalaninya setiap hari. Namun kepada siapa ia harus mengeluh ? Kepada Ayah ? Tidak mungkin ! Ayah adalah sosok yang sangat pendiam. Kadang ia merasa sosok ayah tidak pernah ada dalam hidupnya. Jangankan bisa bermanja-manja pada Ayah, untuk bertanya kalau ada masalah saja Ayah menyerahkan pada Ibu. Ibulah yang berperan dominan di rumah ini. Tugas Ayah hanya mencari nafkah. Itupun selalu kurang hingga Kenanga sebagai anak sulung harus ikut bekerja demi mendapatkan uang.
Mengeluh pada Ibu ? Justru ibulah yang memberinya beban seberat itu. Ibu menyerahkan sebagian besar tugas rumah pada diri Kenanga. Kata Ibu, sebagai anak tertua Kenanga wajib membantu pekerjaan Ibu. Kata Ibu, sebagai anak perempuan Kenanga wajib mengerjakan seluruh pekerjaan rumah tangga agar kalau nanti menikah ia sudah mengerti urusan rumah tangga dan tidak mengecewakan suaminya. Kata Ibu, sebagai anak paling tua ia wajib mengurus kedua adik-adiknya, wajib memberi contoh yang baik. Kata Ibu, sebagai anak perempuan ia wajib melayani semua kebutuhan saudara laki-lakinya. Karena kata Ibu, anak laki-laki itu memang mempunyai kedudukan yang istimewa dalam keluarga, harus dijaga marwahnya sejak masih kecil. Agar kalau sudah dewasa nanti ia punya wibawa karena ia akan menjadi kepala keluarga dan imam dalam rumah tangganya kelak. Lihat saja dalam pembagian warisan, menurut hukum agama anak lelaki mendapat bagian yang lebih besar daripada anak perempuan. Artinya anak lelaki diberi keistimewaan karena tanggungjawab yang akan dipikulnya dalam keluarga kelak. Sebagai anak tertua...sebagi anak perempuan... sebagai kakak sulung.... duuhh..berbagai kewajiban, bebagai keharusan dibebankan ke pundaknya. Hanya karena ia anak tertua dan anak perempuan. Apakah memang begitu kodratnya sebagai anak sulung dan anak perempuan ? Kalau saja Kenanga boleh memilih, pastilah ia akan memilih untuk tidak jadi anak sulung. Agar beban di pundaknya tidaklah seberat ini. Kalau saja ia bisa memilih, tentulah ia akan memilih menjadi anak laki-laki agar punya hak istimewa di rumah seperti kedua adik—adiknya yang bak pangeran serba dilayani segala-galanya. Tapi Kenanga tidak bisa memilih. Takdir hidupnya sudah digariskan demikian. Meski berat ia menuruti semua apa yang dikatakan ibunya. Sebab kata Pak Ustadz guru mengajinya surga itu di telapak kaki ibu.
“Kak, baju seragamku belum disetrika ya ? “ Tiba-tiba Arfan muncul mengagetkan Kenanga yang tengah menyiapkan sarapan di meja makan..
“ Seragammu kan baru dicuci pagi tadi. Yang satunya ada di lemarimu “ Jawab Kenanga.
“ Tolong disterika sampai kering, Kak. Mau aku pakai sekarang.